Bayangkan kamu sedang belajar investasi untuk pertama kalinya. Bingung pilih saham mana, takut rugi, tapi penasaran ingin cuan. Nah, salah satu nama yang mungkin lewat di radar kamu adalah BTPS — atau secara lengkapnya, Bank BTPN Syariah. Di balik namanya yang mungkin belum sepopuler bank-bank besar lain, BTPS punya cerita menarik yang bisa bikin kamu bilang: "Oh, ternyata gitu cara bank tumbuh pelan-pelan tapi pasti."
1Q25: Keuntungan Naik, Tapi Bukan Karena Bunga
Di kuartal pertama 2025, BTPS mencetak laba bersih Rp311 miliar, naik 18% dibanding tahun lalu dan 7% dari kuartal sebelumnya. Ini adalah laba tertinggi dalam hampir dua tahun terakhir.
Tapi jangan salah paham dulu. Kenaikan laba ini bukan karena pendapatan bunga yang makin besar. Justru sebaliknya, pendapatan bunga bersih atau NII (Net Interest Income) turun 6% YoY dan 3% QoQ. Ini adalah level terendah dalam 13 kuartal terakhir. Kenapa bisa begitu? Karena yield alias imbal hasil dari kredit menurun, sementara biaya dana (CoF) relatif stabil. Artinya, bank dapet bunga lebih kecil dari kredit yang mereka kasih, tapi biaya dana tetap sama.
Dengan kata lain: BTPS saat ini tidak sedang mengejar cuan besar-besaran dari bunga kredit. Mereka sedang bermain aman.
Kenapa Untungnya Tetap Naik?
Kuncinya ada di penurunan biaya risiko alias biaya provisi. Di 1Q25, BTPS berhasil memangkas biaya provisi sebesar 43% dibanding tahun lalu, dan 13% dibanding kuartal sebelumnya. Ini penting banget, karena provisi itu semacam dana cadangan buat jaga-jaga kalau nasabah nggak bisa bayar utang.
Jadi, ketika biaya provisi bisa ditekan, otomatis laba bersih jadi terdongkrak. Ini tercermin dari Cost of Credit (CoC) BTPS yang sekarang di level 8,5%, alias terendah dalam hampir 3 tahun terakhir. Targetnya bahkan lebih ambisius: CoC di bawah 10% sepanjang 2025.
Kualitas Aset Membaik: Dari Niat Serius Jadi Bukti Nyata
Yang paling bikin investor senang dari laporan ini adalah fakta bahwa kualitas aset BTPS membaik drastis. Ini bukan cuma omong kosong. Ada data konkret yang menunjukkan bahwa bank ini berhasil memoles portofolio kreditnya jadi makin sehat.
Beberapa poin penting:
-
Rasio keterlambatan 1-30 hari (X-days) turun ke <0,8%, padahal awal tahun sempat menyentuh 1,9%.
-
Pembayaran tepat waktu naik ke 88,9%, dari 75,2% setahun lalu.
-
Loan at Risk (LAR) turun 52% YoY, sekarang cuma 6% dari total kredit.
-
Rasio cakupan LAR membaik ke 149%, artinya cadangan bank makin kuat untuk menutupi potensi gagal bayar.
-
NPL formation (kredit baru yang jadi macet) juga turun ke 8,3%, dari 12,3% di kuartal sebelumnya.
Semua ini nunjukkin satu hal: BTPS makin disiplin milih nasabah dan makin selektif dalam menyalurkan kredit.
Pertumbuhan Kredit? Masih Pelan, Tapi Terarah
Kredit BTPS hanya tumbuh 0,8% dari kuartal sebelumnya, dan masih turun 5% dibanding tahun lalu. Mungkin kamu mikir, “Lho, kok nggak tumbuh sih? Bukannya harusnya bank kasih kredit biar untung?”
Nah, justru di sinilah strategi BTPS jadi menarik. Mereka nggak mau buru-buru. Fokus utama mereka sekarang adalah memastikan kualitas kredit benar-benar sehat dulu sebelum ngebut ekspansi.
Mereka bahkan menargetkan saldo kredit masih akan datar sepanjang 2025. Tapi pertumbuhan pelan ini bukan tanpa arah. Kredit di wilayah di luar Jawa malah naik, dan sekarang kontribusinya sudah 41% dari total portofolio, dibanding 36% tahun lalu. Ini nunjukkin BTPS lagi memperluas jangkauan ke daerah-daerah yang dulu belum tergarap.
Indikator Sosial? Jangan Disepelekan
BTPS juga punya pendekatan unik dalam menilai kesehatan portofolio mereka. Nggak cuma angka-angka finansial, mereka juga melihat indikator sosial:
-
Tingkat kehadiran kelompok nasabah – targetnya 90%, sekarang baru 79%.
-
Pembayaran tepat waktu – target 95%, posisi terakhir 89% (per 25 Maret).
-
Tingkat solidaritas kelompok – target 50%, sekarang masih 30%.
Apa maksudnya? BTPS beroperasi di sektor microfinance berbasis kelompok. Jadi nasabahnya seringkali perempuan dari komunitas pra-sejahtera yang meminjam bersama dalam kelompok. Tingkat kehadiran, solidaritas, dan pembayaran tepat waktu ini mencerminkan kesehatan komunitas—dan itu jadi sinyal penting buat menentukan kapan saat yang tepat untuk ekspansi.
Fakta lainnya: kontribusi dana dari kelompok yang memenuhi standar meningkat ke 42%, dari sebelumnya cuma 25%. Ini pertanda komunitasnya makin solid dan bisa jadi fondasi kuat ke depan.
Simpanan Turun, Tapi Rasio LDR Masih Aman
Meski simpanan turun tipis 0,8% YoY dan 0,7% QoQ, Loan to Deposit Ratio (LDR) BTPS tetap sehat di 88%. Artinya, bank masih punya cukup dana untuk menyalurkan kredit.
Kesimpulan: BTPS Itu Kayak Petani Bijak
Kalau harus dianalogikan, BTPS itu seperti petani yang sabar. Mereka nggak buru-buru nanam semua benih, tapi milih lahan paling subur, periksa cuacanya, rawat tanamannya, dan baru panen kalau waktunya pas.
Strategi mereka sekarang jelas: utamakan kualitas daripada kuantitas. Dan hasilnya mulai kelihatan dari perbaikan besar-besaran di kualitas aset mereka.
Insight Jangka Pendek, HOLD Jangka Panjang
Para analis tetap kasih rekomendasi BUY untuk 3 bulan ke depan, karena perbaikan kualitas aset ini bisa dorong sentimen positif buat harga saham. Tapi untuk jangka panjang (12 bulan), statusnya masih HOLD. Kenapa? Karena pertumbuhan kredit yang masih pelan bisa membatasi potensi pertumbuhan laba yang lebih besar.
Target harga saham tetap di Rp1.250 per lembar.
📌 Catatan Buat Kamu yang Baru Mulai Investasi
Kalau kamu pemula dan lagi nyari saham dengan risiko moderat tapi punya arah jelas, BTPS bisa jadi opsi menarik. Mereka punya pendekatan berbeda, dengan fokus ke mikro dan pemberdayaan komunitas. Tapi ingat, karena mereka masih dalam fase penataan, jangan berharap pertumbuhan cepat dalam waktu dekat. Cocok buat kamu yang sabar dan punya visi jangka menengah-panjang.
sumber data dari idx.co.id
https://www.idx.co.id/id/perusahaan-tercatat/profil-perusahaan-tercatat/BTPS
0Komentar