5 Saham Sawit Paling Cuan 2025: SIMP hingga TBLA, Mana yang Paling Murah

Ketika harga minyak sawit mentah (CPO) global kembali menembus level tertingginya sejak 2022, sektor sawit di Bursa Efek Indonesia (BEI) menjadi sorotan utama investor.
Kombinasi antara kenaikan harga CPO, kebijakan mandatori B50, dan pemangkasan ekspor membuat emiten sawit kini berada di persimpangan penting: antara peluang cuan besar dan tantangan pasokan yang makin ketat.

Berdasarkan riset terbaru Pareto Saham (Oktober 2025), kami menyeleksi 5 emiten sawit terbaik di Indonesia berdasarkan tiga kriteria fundamental utama:

  1. Laba bersih tertinggi (profitability leader)

  2. Pendapatan tahunan terbesar (scale leader)

  3. PBV terkecil (valuasi termurah)

Kelima emiten yang masuk radar Pareto Saham adalah:
PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP),
PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI),
PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP),
PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG), dan
PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA).


📊 Tabel Komparatif Kinerja dan Valuasi Saham Sawit

Tabel Komparatif Kinerja dan Valuasi Saham Sawit
(Sumber: laporan keuangan FY2024 masing-masing emiten & data harga saham BEI per Oktober 2025)

🏭 Analisa 1 — Siapa Raja Laba Bersih di Sektor Sawit?

Kalau bicara laba bersih, tiga nama langsung mencuat: SIMP, LSIP, dan AALI.

  • SIMP mencatat laba bersih Rp1,55 triliun sepanjang 2024. Dengan pendapatan Rp18,3 triliun, margin bersihnya sekitar 8,4%, efisien untuk industri padat biaya seperti sawit. Dukungan dari IndoAgri dan Salim Group membuat SIMP kuat secara distribusi dan ekspor. Tahun 2025, SIMP memperluas kapasitas biodiesel — momentum yang kini makin relevan dengan kebijakan B50.

  • LSIP, meski lebih kecil skala pendapatannya (Rp4,56 triliun), justru memiliki margin laba paling tinggi, 32%. Dengan manajemen biaya ketat dan kebun produktif, LSIP membuktikan efisiensi bisa mengalahkan skala.

  • AALI (Astra Agro Lestari) menutup 2024 dengan laba Rp1,14 triliun. Margin bersih sekitar 5,2%, relatif kecil, namun Astra dikenal unggul dalam efisiensi rantai pasok dan manajemen risiko. Saat harga CPO naik, AALI biasanya menjadi first mover dalam menyesuaikan harga jual ke kontrak ekspor.


💰 Analisa 2 — Siapa Paling Besar dari Segi Skala Pendapatan?

  • AALI memimpin dengan pendapatan Rp21,8 triliun dan produksi CPO 1,45 juta ton/tahun di atas 290.000 hektar lahan.

  • TBLA menyusul dengan Rp19,7 triliun, berkat diversifikasi ke gula dan energi biomassa.

  • SIMP berada di posisi ketiga dengan pendapatan Rp18,3 triliun, didukung ekspor olein dan margarin industri.

Ketiganya menjadi tulang punggung pasokan CPO domestik. Saat pemerintah mengumumkan kebijakan B50, ketiganya otomatis mendapat keuntungan langsung dari kenaikan permintaan biodiesel sawit.


💎 Analisa 3 — Siapa Saham Termurah Berdasarkan PBV?

PBV rendah menandakan saham undervalued terhadap nilai bukunya.
Dari data terbaru Oktober 2025, TBLA (0,47x) dan SIMP (0,50x) memimpin sebagai dua emiten termurah secara valuasi.
PBV di bawah 0,5x berarti pasar menilai harga sahamnya hanya setengah dari nilai aset bersihnya — kondisi langka di sektor yang sedang bullish.
Sebaliknya, DSNG punya PBV tinggi (1,7x) karena investor menghargai stabilitas, ESG, dan ekspansi biomassa-nya.


🌴 Tren Sektor Sawit 2025: Tantangan dan Peluang

1️⃣ Harga CPO Global Masih Volatil

Harga CPO global masih berkisar USD 900–1.050 per ton. Namun tren terbaru menunjukkan kenaikan tajam hingga MYR 4.500/ton (sekitar USD 950–970/ton) — level tertinggi sejak 2022.

2️⃣ Fokus Hilirisasi

Hilirisasi makin gencar. Produk seperti olein, biodiesel, dan surfaktan sawit memberi margin 1,5–2 kali lipat dibanding CPO mentah. Emiten seperti SIMP, TBLA, dan DSNG sudah di jalur ini.

3️⃣ ESG dan Daya Tarik Asing

Isu keberlanjutan tetap relevan. DSNG menjadi pionir dalam sertifikasi RSPO dan ekspor biomassa hijau.


⚙️ UPDATE TERBARU: SENTIMEN POSITIF SAWIT 2025

🔺 Harga CPO Naik ke Level Tertinggi Sejak 2022

Harga minyak sawit mentah (CPO) menembus MYR 4.500 per ton, level tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
Lonjakan ini dipicu oleh ekspektasi permintaan domestik yang meningkat karena kebijakan biodiesel B50, serta penurunan ekspor dari Indonesia.

Produksi global stagnan, sementara ekspor Indonesia dikurangi untuk memenuhi kebutuhan biodiesel domestik.
Kondisi ini memperketat pasokan dunia — menjadi katalis kuat bagi kenaikan harga CPO ke arah MYR 4.800–5.000 per ton dalam beberapa bulan ke depan.

🏭 Kebijakan Mandatori B50 Mulai 2026

Pemerintah Indonesia menargetkan implementasi B50 (campuran 50% biodiesel sawit dalam solar) pada tahun 2026.
Kapasitas produksi biodiesel nasional akan naik dari 15,6 juta KL (2025) menjadi 20,1 juta KL (2026).
Langkah ini diharapkan bisa:

  • Menghemat devisa lebih dari USD 10 miliar per tahun,

  • Menghentikan impor solar hingga 4,9 juta KL/tahun,

  • Dan meningkatkan penyerapan CPO domestik secara signifikan.

Kebijakan ini menciptakan permintaan struktural jangka panjang bagi sektor sawit.
Perusahaan seperti SIMP, TBLA, dan DSNG — yang sudah punya fasilitas biodiesel — akan menjadi penerima manfaat langsung.

🚫 Pemangkasan Ekspor CPO

Untuk memastikan pasokan biodiesel domestik, pemerintah berencana memangkas ekspor hingga 5,3 juta ton,
dari sebelumnya 26 juta ton menjadi 20,7 juta ton.
Langkah ini akan membuat pasar global semakin ketat dan mendukung reli harga CPO.
Namun, risiko jangka pendeknya: inflasi pangan dan potensi evaluasi sementara B40 jika harga terlalu tinggi.

💹 Dampak ke Pasar Saham

Kebijakan B50 dan lonjakan harga CPO langsung dirasakan di bursa.
Pada pembukaan 13 Oktober 2025, saham-saham sawit melonjak tajam:

  • BWPT (Eagle High Plantations) naik +20%,

  • GZCO (Gozco Plantations) melonjak +25%,

  • SIMP, AALI, dan LSIP masing-masing menguat 4–7%.

Investor menilai kebijakan B50 sebagai katalis struktural positif yang bisa memperpanjang siklus bullish sektor sawit hingga 2026.
Dengan PBV sebagian besar emiten masih di bawah 1x, momentum ini dinilai masih punya ruang untuk reli lanjutan.


📈 Kesimpulan Pareto Saham: “Value vs Quality” di Tengah Sentimen B50

Sektor sawit sedang memasuki fase menarik.
Di satu sisi, harga CPO melonjak dan permintaan biodiesel domestik meningkat; di sisi lain, pasokan global menyusut.
Kombinasi ini menciptakan peluang besar bagi investor jangka menengah.

Jika mencari value play:

  • TBLA dan SIMP jadi kandidat utama dengan PBV < 0,5x.

Jika mencari quality play:

  • LSIP unggul dengan margin tinggi dan utang rendah.

Dan jika ingin ekspansi ke masa depan energi hijau:

  • DSNG patut dipertimbangkan dengan fokus biomassa dan ESG rating yang baik.

Sementara AALI, dengan skala raksasa dan manajemen solid, masih jadi barometer sektor.
Dengan katalis B50 dan tren harga CPO yang menanjak, saham-saham sawit kini bukan sekadar “defensif”, tapi juga bisa jadi mesin pertumbuhan baru 2025–2026.


Referensi Data

  • Laporan Keuangan FY2024 AALI, SIMP, LSIP, DSNG, TBLA (BEI & Emiten Resmi)

  • Data PBV per Oktober 2025 dari Yahoo Finance & Refinitiv

  • GAPKI Outlook Sawit 2025

  • Kementerian ESDM: Kebijakan Mandatori B50 (Rilis 13 Oktober 2025)

  • Data harga CPO: Bursa Malaysia Derivatives (13 Oktober 2025)

  • Pergerakan saham sawit di BEI, Pareto Saham Research (2025)

Disclaimer On
Artikel ini bersifat edukatif dan tidak merupakan rekomendasi beli atau jual.
Investasi saham mengandung risiko, keputusan investasi sepenuhnya tanggung jawab investor.