Paretosaham.com, PT Surya Citra Media Tbk SCMA mengalami penurunan laba bersih sebesar 74% pada kuartal I tahun 2023 dibandingkan dengan tahun sebelumnya, mencapai Rp 67 miliar. Hal ini salah satu yang berkaitan dengan kenapa saham SCMA turun terus? Perlu diketahui bahwa Laba bersih pada kuartal IV tahun 2022 juga tercatat sebagai yang terendah sejak tahun 2008, hanya Rp 16 miliar. Penurunan laba tersebut disebabkan oleh kerugian pada segmen digital dan iklan luar ruangan.
Pada kuartal I tahun 2023, segmen digital dan iklan luar ruangan mengalami kerugian sebesar Rp 328 miliar. Angka kerugian ini meningkat dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang mencapai Rp 244 miliar.
PERUBAHAN TREND
Perubahan dalam industri media yang semakin berbasis digital mendorong perusahaan untuk mengikuti arus tersebut. Namun, SCMA mengadopsi digitalisasi terlambat dan harus bersaing dengan perusahaan start-up. Pada tahun 2019, SCMA melakukan pembelian saham perusahaan media digital Vidio sebagai upaya untuk menjadi pemimpin pasar. Strategi "bakar duit" dilakukan untuk memperkenalkan start-up tersebut kepada pengguna, namun hal ini mengganggu stabilitas bisnis SCMA di industri media dan pertelevisian.
OPERASIONAL BISNIS
Operasional bisnis SCMA mencakup media KLY (KapanLagi Youniverse), Liputan6, Vidio, EYE, dan lain-lain. Perusahaan mengakuisisi KLY, Vidio, dan EYE melalui perjanjian pertukaran saham pada tahun 2019. Saham SCMA dimiliki oleh PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) sebesar 60,97%, saham treasury sebesar 14,55%, dan masyarakat sebesar 24,48%. Pada tahun 2019, SCMA melakukan penambahan modal sebesar Rp 360 miliar untuk mengakuisisi Vidio Dot Com, Kapan Lagi Dot Com, dan Binary Ventura Indonesia yang merupakan anak perusahaan Emtek.
SCMA mengalami arus kas operasional positif sebesar Rp 328 miliar pada kuartal I tahun 2023. Namun, arus kas aktivitas operasional tahun 2022 mencatatkan nilai negatif sebesar Rp 462 miliar. Dividen perusahaan terus berkurang dan tidak dibagikan pada periode 2020-2021, meskipun arus kas perusahaan masih positif pada periode tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan lebih memanfaatkan kasnya untuk tujuan lain selain dividen. Pada tahun 2022, perusahaan kembali membagikan dividen dengan jumlah kecil yaitu Rp 2,5 per saham. Untungnya, SCMA berhasil mencatatkan arus kas operasional positif sebesar Rp 382 miliar pada kuartal I tahun 2023.
Penurunan kinerja perusahaan ini membuat metrik-metrik menjadi kurang menarik, terutama jika dibandingkan dengan kompetitornya. Penurunan ini juga menjadi faktor penurunan harga saham SCMA sebesar 64% dari titik tertinggi dalam lima tahun terakhir.
PERSAINGAN
Industri media mengalami gangguan akibat adanya media digital, yang mengakibatkan pergeseran penonton dari televisi ke media digital. SCMA mulai merasakan dampak ini dengan munculnya YouTube, TikTok, Instagram, dan Netflix. Perusahaan harus mengejar ketertinggalan dan berisiko kehilangan pangsa pasar mereka kepada media hiburan global.
Perusahaan telah mengadopsi strategi untuk menambah konten yang dapat menarik pengguna baru. Baru-baru ini, Vidio berhasil mendapatkan hak siar Piala Dunia 2022 yang dapat menarik minat pengguna baru.
Namun, dengan penurunan laba bersih sebesar 74% menjadi Rp 67 miliar pada kuartal I tahun 2023, serta laba bersih yang terendah sejak tahun 2008 pada kuartal IV tahun 2022, investor menjadi khawatir terhadap kinerja perusahaan ini. Penurunan kinerja yang disebabkan oleh biaya yang tinggi untuk bisnis digital tidak dapat diterima oleh pasar dalam jangka pendek.
Bisnis digital yang belum mencapai profitabilitas menjadi hambatan dalam melihat kinerja keseluruhan perusahaan. Integrasi bisnis digital ke dalam SCMA cenderung mengganggu stabilitas perusahaan. Selain itu, kemungkinan kerugian dari segmen bisnis digital masih berlanjut di masa mendatang. Tingginya pembayaran kas kepada pemasok juga menjadi faktor arus kas operasional negatif pada tahun 2022. Untungnya, SCMA berhasil mencatatkan arus kas operasional positif sebesar Rp 382 miliar pada kuartal I tahun 2023.
DEVIDEN
Perusahaan juga telah mengurangi pembagian dividen pada tahun 2020-2021, meskipun SCMA secara konsisten membagikan dividen pada periode 2008-2020. Semua faktor ini menjadikan investasi di SCMA saat ini lebih berisiko dan rentan terhadap fluktuasi, karena ketidakpastian kinerja perusahaan. Harga saham SCMA telah turun sebesar 64% dari titik tertinggi, yaitu dari Rp 450 menjadi Rp 162 per saham, dalam lima tahun terakhir.
SCMA yang belum menunjukkan tanda-tanda pengurangan kerugian dari segmen digital dan iklan luar ruangan berpotensi melanjutkan penurunan kinerja. Faktor-faktor ini berpotensi menyebabkan harga saham SCMA terus menurun.
Demikian artikel tentang kenapa saham scma mengalami penurunan semoga bermanfaat.
*Disclaimer on, kami hanya menyajikan data dan analisa bukan rekomendasi membeli atau menjual saham segala keputusan investasi menjadi tangungjawab masing-masing.
0Komentar