Logikakan kalau di Indonesia di mana setiap rumah, dari Sabang sampai Merauke, bisa mengakses internet cepat dengan harga terjangkau. Mimpi ini bukan sekadar wacana—bagi PT Solusi Sinergi Digital Tbk (kode saham: WIFI), ini adalah visi nyata yang sedang mereka eksekusi. Dan kabar terbaru? Mereka baru saja berhasil menggalang dana jumbo lewat rights issue senilai hampir Rp 6 triliun.
Kok bisa rights issue sebesar itu terserap pasar? Bahkan oversubscribed sampai empat kali? Nah, di sinilah ceritanya jadi menarik berikut analisa saham WIFI terbaru…
Apa Itu Rights Issue, dan Kenapa Penting untuk WIFI?
Sebelum kita bahas lebih jauh, mari kita luruskan dulu apa itu rights issue. Istilah ini sering bikin bingung investor pemula. Sederhananya, rights issue adalah mekanisme perusahaan untuk menambah modal dengan menawarkan saham baru kepada pemegang saham lama terlebih dahulu, biasanya dengan harga diskon dari harga pasar.
Dalam kasus WIFI, mereka menawarkan 2,95 miliar lembar saham dengan harga pelaksanaan Rp 2.000 per saham, yang kalau dikalikan nilainya setara dengan Rp 5,9 triliun. Ini bukan angka kecil—malah bisa dibilang salah satu rights issue terbesar di sektor digital tahun ini.
Dan yang bikin heboh: 92,5% dari pemegang HMETD melaksanakan haknya, sementara 7,5% sisanya bahkan diperebutkan hingga oversubscribed 4x lipat!
Kalau pemegang saham sampai rebutan beli tambahan, itu artinya satu: kepercayaan terhadap prospek bisnis WIFI sangat tinggi.
Uang Segar Hampir Rp 6 Triliun, Buat Apa?
Sekarang kita masuk ke bagian penting: setelah dapat dana segar sebesar Rp 5,9 triliun, WIFI mau pakai buat apa?
Berdasarkan keterbukaan informasi dan pernyataan manajemen, dana hasil rights issue akan dialokasikan untuk dua hal utama:
-
Ekspansi jaringan
-
Modal kerja bagi WIFI dan afiliasinya, termasuk PT Integrasi Jaringan Ekosistem (WEAVE)
Fokus utamanya? Menyambungkan internet ke 25 juta rumah di seluruh Indonesia.
Bahkan dalam tahun pertama, mereka menargetkan 5 juta home pass (home connect) sudah aktif. Angka ini ambisius, tapi kalau berhasil dieksekusi, dampaknya luar biasa.
Sebagai perbandingan, pada 2023, total pelanggan internet tetap (fixed broadband) di Indonesia masih sekitar 12 juta rumah tangga. Artinya, WIFI mau menyumbang hampir 40% dari basis pengguna nasional hanya dari proyeknya sendiri!
Kepercayaan Investor Sudah Terbangun Sejak Obligasi WEAVE
Sebelum rights issue ini, anak usaha WIFI, yaitu PT Integrasi Jaringan Ekosistem (WEAVE), juga sempat menerbitkan obligasi. Dan hasilnya? Sama-sama oversubscribed alias kelebihan permintaan.
Ini bukan kebetulan. Dua kali penggalangan dana besar, dua-duanya disambut positif pasar. Apa yang bisa kita simpulkan?
-
Ada kepercayaan terhadap eksekusi manajemen
-
Visi WIFI dianggap feasible oleh investor institusi
-
Bisnis internet fixed broadband dianggap menjanjikan di Indonesia
Apalagi dengan tren digitalisasi yang makin masif pasca pandemi, kebutuhan akan akses internet cepat dan stabil bukan cuma kebutuhan primer, tapi bisa dibilang sudah seperti “listrik generasi baru”.
Siapa Sebenarnya WIFI? Bisnisnya Seperti Apa?
Kalau kamu baru dengar nama WIFI (PT Solusi Sinergi Digital Tbk), kamu tidak sendirian. Emiten ini memang belum setenar Telkom atau XL Axiata. Tapi jangan salah—mereka adalah salah satu pemain yang agresif dalam menggarap infrastruktur digital, khususnya untuk kelas menengah dan daerah yang belum terjangkau layanan broadband premium.
Mereka membangun jaringan backbone dan last mile berbasis serat optik (fiber optic), yang disambungkan langsung ke rumah-rumah pelanggan, dengan sistem kemitraan dan dukungan teknologi digital terkini.
Melalui anak usaha WEAVE, mereka mengembangkan jaringan dan menjalin kerja sama dengan mitra strategis di tingkat regional untuk mempercepat deployment infrastruktur internet.
Target: 5 Juta Rumah Tersambung dalam 1 Tahun – Realistis?
Target 5 juta home pass dalam satu tahun jelas ambisius. Mari kita breakdown sedikit:
-
Biaya penyambungan satu home pass (estimasi industri): sekitar Rp 700.000 – Rp 1 juta
-
Total biaya untuk 5 juta home pass: sekitar Rp 3,5 triliun – Rp 5 triliun
Artinya, dana rights issue sebesar Rp 5,9 triliun sangat pas untuk membiayai seluruh proyek ini—termasuk biaya instalasi, backbone, perangkat CPE (customer premises equipment), hingga operasional awal.
Lalu, bagaimana proyeksi pendapatan jika semuanya berjalan lancar?
Misal, dari 5 juta home pass, hanya 60% yang menjadi pelanggan aktif dalam 1 tahun (3 juta pelanggan). Jika rata-rata langganan bulanan Rp 150.000, maka potensi pendapatan bulanan bisa mencapai:
3.000.000 pelanggan × Rp 150.000 = Rp 450 miliar per bulan, atau Rp 5,4 triliun per tahun.
Dengan EBITDA margin 20-30%, mereka bisa menghasilkan EBITDA sekitar Rp 1 – 1,6 triliun per tahun. Ini skenario optimistis, tentu dengan asumsi eksekusi berjalan mulus dan churn rate rendah.
Bagaimana Dampaknya ke Saham WIFI?
Sebelum rights issue, harga saham WIFI sempat fluktuatif. Tapi dengan rights issue yang berhasil dan sentimen positif dari pasar, potensi teknikal rebound terbuka. Tapi perlu diingat juga bahwa:
-
Setelah rights issue, jumlah saham beredar meningkat tajam (dilusi)
-
Dibutuhkan pertumbuhan pendapatan yang agresif agar valuasi tetap menarik
Jadi, walaupun oversubscribed, investor perlu memantau perkembangan eksekusi proyek secara kuartalan. Beberapa indikator penting yang bisa dilihat:
-
Jumlah home pass yang berhasil dikoneksikan
-
ARPU (Average Revenue Per User)
-
Capex dan efisiensi operasional
-
Laba bersih dan margin kotor/EBITDA
Apa Kata Manajemen?
Dalam pernyataan resminya, Yune Marketatmo, Direktur Utama WIFI, menyampaikan:
“Tingginya minat terhadap rights issue dan obligasi WEAVE mencerminkan kepercayaan pasar terhadap kapasitas eksekusi kami serta visi kami untuk menyediakan akses internet cepat dan terjangkau bagi jutaan masyarakat Indonesia.”
Pernyataan ini cukup penting, karena mengindikasikan bahwa dana hasil rights issue tidak akan “mengendap”, tapi langsung digunakan untuk ekspansi cepat.
Posisi WIFI dalam Ekosistem Ekonomi Digital Indonesia
WIFI tidak sendirian. Di lanskap broadband Indonesia, ada pemain-pemain besar seperti:
-
IndiHome (Telkom)
-
Biznet
-
MyRepublic
-
XL Home
-
First Media
Tapi yang membuat WIFI menarik adalah positioning-nya: mereka menyasar segmen kelas menengah dan underserved area yang selama ini belum optimal dijangkau oleh pemain besar.
Dengan model kemitraan dan teknologi yang efisien, mereka bisa menembus pasar yang selama ini “tidak dilirik”, dan ini bisa jadi game-changer.
Kesimpulan: Apakah Saham WIFI Layak Dipantau?
Jawaban pendeknya: iya, layak dipantau—tapi bukan tanpa risiko.
✅ Kelebihan:
-
Proyek rights issue berhasil dan oversubscribed
-
Potensi pertumbuhan sangat besar (5 juta home pass dalam 1 tahun)
-
Target pasar luas dan masih belum terlayani maksimal
-
Ekosistem pendukung sudah mulai terbentuk (melalui WEAVE dan mitra lainnya)
⚠️ Catatan Risiko:
-
Tantangan eksekusi: infrastruktur, SDM, dan koordinasi mitra
-
Kemungkinan penundaan proyek bisa mempengaruhi kepercayaan pasar
-
Valuasi pasca-dilusi perlu diperhitungkan kembali
Insight Akhir - Investasi di Masa Depan Digital
Ketika infrastruktur digital menjadi fondasi utama ekonomi masa depan, perusahaan seperti WIFI bisa memainkan peran vital. Keberhasilan rights issue ini bukan hanya sinyal positif bagi investor, tapi juga jadi pijakan awal untuk pertumbuhan eksponensial.
Namun, seperti kata Warren Buffett: “Risk comes from not knowing what you’re doing.” Jadi, pastikan kamu paham model bisnisnya, monitor perkembangan proyeknya, dan kalkulasikan risikonya sebelum masuk.
Kalau kamu tipe investor yang percaya pada digitalisasi Indonesia dan sabar melihat eksekusi jangka panjang, maka saham WIFI bisa jadi salah satu pilihan menarik di portofolio kamu.
Disclaimer:
Seluruh informasi dan analisis yang disajikan dalam artikel ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan pengetahuan umum di bidang pasar modal. Informasi tersebut bukan merupakan bentuk saran, rekomendasi, atau ajakan untuk melakukan transaksi jual beli saham maupun instrumen keuangan lainnya. Penulis dan pihak www.paretosaham.com tidak bertanggung jawab atas segala keputusan investasi yang diambil berdasarkan informasi dalam artikel ini. Pembaca diharapkan untuk melakukan analisis secara mandiri dan/atau berkonsultasi dengan penasihat keuangan profesional sebelum mengambil keputusan investasi.
0Komentar