Ketika nama besar Bank Central Asia (BBCA) kembali mencatatkan rekor kinerja laba bersih hingga Rp14,87 triliun di kuartal II-2025, ada satu hal lain yang juga ramai diperbincangkan di ruang publik: isu lama tentang proses akuisisi saham BCA oleh Grup Djarum di awal 2000-an.
Isu ini kembali mencuat, sebagian menyebut adanya rekayasa dalam transaksi tersebut, bahkan menyinggung angka fantastis Rp117 triliun yang dianggap sebagai nilai perusahaan saat itu. Namun, manajemen BCA akhirnya angkat bicara untuk meluruskan fakta.
Sebelum masuk ke isu akuisisi, Anda juga bisa membaca analisa mendalam mengenai kinerja terbaru BBCA di artikel utama berikut: Rekor Lagi! Laba BBCA 2Q25 Tembus Rp14,87 T, Investor Wajib Tahu
Klarifikasi Manajemen: Fakta vs Narasi
Corporate Secretary BCA, I Ketut Alam Wangsawijaya, menegaskan bahwa isu yang beredar selama ini banyak berangkat dari narasi keliru.
-
Mengenai angka Rp117 triliun
Angka ini bukan nilai pasar BCA, melainkan total aset perusahaan di era tersebut. Nilai pasar atau kapitalisasi BCA saat itu sebenarnya hanya sekitar Rp10 triliun, sesuai harga saham di Bursa Efek. Angka inilah yang menjadi dasar valuasi dalam proses transaksi. -
Mengenai mekanisme akuisisi
Manajemen menekankan bahwa tidak ada rekayasa dalam akuisisi. Proses tender dilakukan langsung oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Semua dilakukan secara transparan, akuntabel, dan sesuai mekanisme pasar. Konsorsium FarIndo yang dimotori Grup Djarum menjadi pemenang tender karena memberikan penawaran terbaik. -
Mengenai isu utang Rp60 triliun kepada negara
Fakta sebenarnya, BCA tidak memiliki utang Rp60 triliun kepada negara. Yang dimiliki saat itu adalah aset obligasi pemerintah senilai Rp60 triliun, yang seluruhnya telah selesai pada tahun 2009. Semua diselesaikan sesuai aturan hukum yang berlaku.
Mengapa Klarifikasi Ini Penting?
BCA bukan sekadar bank swasta terbesar di Indonesia, melainkan juga salah satu emiten perbankan dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Setiap rumor atau isu yang beredar bisa memengaruhi persepsi publik, bahkan mengganggu sentimen investor.
Dengan klarifikasi resmi ini, manajemen ingin memastikan bahwa narasi historis tentang akuisisi tidak disalahpahami, sehingga tidak merusak kredibilitas BCA sebagai institusi keuangan yang solid.
Sentimen Pasar dan Posisi Investor
Menariknya, klarifikasi ini keluar di saat yang bersamaan dengan laporan keuangan kuartal II-2025 yang mencatatkan rekor baru. Investor yang jeli tentu akan memahami bahwa isu lama tidak seharusnya mengaburkan fundamental perusahaan hari ini.
Seperti yang telah dibahas dalam artikel utama, BCA berhasil mencetak laba bersih Rp14,87 triliun, sebuah capaian yang menegaskan kekuatan fundamentalnya. Dengan pondasi keuangan yang kuat, bank ini tetap menjadi pilihan utama investor jangka panjang.
Kesimpulan
Isu rekayasa akuisisi BBCA kembali ramai diperbincangkan, tetapi klarifikasi resmi dari manajemen menegaskan bahwa proses akuisisi dilakukan sesuai hukum, transparan, dan mencerminkan kondisi pasar saat itu. Narasi tentang Rp117 triliun maupun utang Rp60 triliun telah diluruskan dengan fakta yang sebenarnya.
Bagi investor, yang terpenting adalah melihat kinerja aktual BBCA hari ini. Dengan rekor laba bersih terbaru dan fundamental yang terjaga, BBCA tetap menjadi salah satu emiten yang paling solid di pasar saham Indonesia.
Sumber: Data dan informasi dalam artikel ini bersumber dari klarifikasi resmi manajemen PT Bank Central Asia Tbk (BCA) yang disampaikan melalui pemberitaan IQPlus, 20 Agustus 2025.
0Komentar