Pernah dengar pepatah, “bahkan singa pun bisa kelelahan”? Nah, kira-kira itu yang lagi dialami SIDO MUNCUL (SIDO), perusahaan yang selama ini dikenal sebagai rajanya jamu lewat brand legendarisnya Tolak Angin.
Padahal biasanya, tiap kuartal pertama dalam setahun jadi ajang pemanasan perusahaan-perusahaan besar untuk "ngetrack" performa. Tapi Q1 2025 justru jadi mimpi buruk buat SIDO.
Bayangkan, laba bersihnya jeblok sampai 40% YoY! Dari Rp388 miliar tahun lalu, sekarang tinggal Rp233 miliar. Waduh! Angka itu cuma 19% dari ekspektasi analis – jauh banget dari biasanya yang minimal bisa 25% di kuartal pertama.
Apa penyebabnya? Yuk kita bedah pelan-pelan.
Lebaran Datang Lebih Cepat, Tapi Konsumen Malah Sepi
Salah satu tantangan utama datang dari kalender Lebaran yang "terlalu cepat". Tahun ini, Ramadhan dan Lebaran jatuh lebih awal. Artinya, waktu untuk distribusi dan promosi jadi lebih sempit.
Belum selesai di situ, Februari juga lebih pendek (ingat, tahun kabisat ya), ditambah pembatasan logistik dari 24 Maret yang bikin pergerakan barang nyaris mandek selama 16 hari.
Bayangin aja, produk-produk SIDO yang biasanya ngebut di pasaran malah “parkir” di gudang.
Penurunan Penjualan yang Nggak Main-Main
Kalau dilihat dari pendapatan, turun 25% YoY. Tapi yang bikin geleng-geleng kepala adalah:
-
Jamu, core bisnis SIDO, anjlok 42%!
-
Farmasi turun 22%
-
Hanya segmen makanan & minuman yang nyaris flat, naik tipis 2% – diselamatkan sama minuman energi dan biaya bahan baku yang menurun.
Walau begitu, ada satu kabar baik: ekspor naik 29% YoY. Lumayan, seperti payung kecil di tengah badai, ekspor ini jadi bantalan buat penurunan pasar domestik.
Tekanan di Margin dan Biaya yang Nambah
Karena volume penjualan turun, otomatis GPM (gross profit margin) juga ikut melorot. Turun dari 59,4% ke 52,3%. Angka yang bahkan lebih rendah dari margin kuartal pertama sejak 2019.
Segmen jamu dan farmasi makin tipis marginnya, tapi F&B lumayan ketolong karena biaya bahan baku turun (misalnya taurin, asam sitrat, fruktosa dan teman-temannya).
Sementara itu, biaya operasional naik tipis 2% YoY, gara-gara gaji karyawan naik 20% untuk penyesuaian tahunan dan bonus Lebaran. Jadi meski A&P (iklan dan promosi) ditekan, beban gaji tetap jadi ganjalan.
EBIT Margin? Turun dari 46,7% ke 35% – ini level terendah dalam lima tahun terakhir.
Distribusi Tradisional Tertekan, Ritel Modern Menanjak
SIDO punya dua saluran utama buat distribusi:
-
GT (General Trade) alias pasar tradisional, warung, toko kelontong
-
MT (Modern Trade) seperti Alfamart dan Indomaret
Nah, biasanya GT nyumbang 80% penjualan. Tapi tahun ini, sumbangannya turun ke 76%. Penyebabnya? Lagi-lagi, permintaan Tolak Angin yang lesu.
Sebaliknya, MT naik dari 16% ke 20%. Bahkan penjualan ke Alfamart dan Indomaret tumbuh, walau tipis. Ini jadi sinyal menarik: perilaku belanja masyarakat mulai shifting dari warung ke minimarket.
E-commerce? Masih kecil sih, tapi stabil kontribusinya di 4%.
April: Titik Balik atau Sekadar Nafas Pendek?
Kabar baiknya, bulan April jadi titik balik. Penjualan melonjak lebih dari dua kali lipat dibanding April tahun lalu. Distributor mulai isi stok lagi karena sebelumnya levelnya tinggal setengah dari normal (biasanya 3–4 minggu).
SIDO optimis bisa tumbuh lebih dari 10% tahun ini, dengan proyeksi kuartal kedua naik >40% YoY. Tapi meskipun April cerah, penjualan kumulatif dari Januari sampai April masih minus belasan persen.
Ibarat pelari, SIDO baru mulai ngegas di kilometer 5, setelah sebelumnya ngos-ngosan di awal.
Revisi Proyeksi: Laba Dipangkas, Tapi Belum Tamat
Melihat kondisi yang ada, analis mulai realistis. Proyeksi laba bersih 2025-2027 dipangkas 21-22%. Bahkan laba bersih 2025 diprediksi turun 12% YoY.
Kenapa?
-
Volume penjualan turun
-
Margin menyempit
-
Biaya tenaga kerja naik karena bonus dan kenaikan gaji yang tertunda di 2024 akhirnya direalisasikan tahun ini
Bahkan proyeksi laba sekarang 15-18% di bawah konsensus pasar. Ini tanda bahwa ekspektasi terhadap SIDO makin dikurangi.
Rekomendasi Saham: Dari BUY Jadi HOLD
Dulu SIDO selalu jadi langganan BUY karena kinerjanya yang konsisten, brand kuat, dan bisnisnya yang defensif. Tapi sekarang, analis mulai main aman, rekomendasi diturunkan ke HOLD dengan target harga (TP) Rp450.
Artinya, kalau kamu beli saham ini sekarang, potensi upside-nya terbatas. Belum cukup menarik buat masuk besar-besaran, tapi juga nggak jelek-jelek amat untuk dilepas.
Kesimpulan: Apakah SIDO Masih Menarik untuk Pemula?
Sebagai investor pemula, kamu mungkin bertanya:
“Masih layakkah saya simpan saham SIDO?”
Jawabannya: Tergantung tujuanmu.
Kalau kamu tipe investor jangka panjang yang cari perusahaan solid dengan fundamental kuat dan brand yang udah nempel di hati masyarakat, SIDO masih oke.
Tapi kalau kamu cari saham yang bisa kasih growth cepat dalam 6–12 bulan ke depan, mungkin ini bukan saat yang tepat masuk ke SIDO.
Analogi gampangnya: SIDO sekarang kayak pemain bola bintang yang lagi cedera. Kita tahu dia punya kualitas, tapi sekarang lagi dalam masa pemulihan. Kalau kamu sabar dan yakin dia bakal bangkit, bisa jadi peluang. Tapi kalau kamu cari yang lagi on fire sekarang, kamu mungkin perlu lihat opsi lain dulu.
Investasi itu soal waktu dan kesabaran. Kadang yang terbaik bukan yang tercepat, tapi yang paling tahan banting.
SIDO mungkin lagi batuk-batuk, tapi siapa tahu nanti dia sembuh dan lari kencang lagi?
Sumber data : Laporan Keuangan terbaru SIDO di IDX
https://www.idx.co.id/id/perusahaan-tercatat/profil-perusahaan-tercatat/SIDO
0Komentar